Monday, October 1, 2012

Kisah Salman al-Farisi mencari kebenaran


Salman al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang bangsawan dari Parsi yang menganut agama Majusi. Namun dia tidak merasa selesa dengan agamanya. Pergolakan batin itulah yang mendorongnya untuk mencari agama yang dapat menenteramkan hatinya.

Kisah Salman diceritakan terus kepada seorang sahabat dan keluarga terdekat Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abbas:

Salman dilahirkan dengan nama Parsinya, Rouzbeh, di kota Kazerun, Fars, Iran. Ayahnya adalah seorang Dihqan (ketua) desa. Dia adalah orang terkaya di sana dan memiliki rumah terbesar.

Ayahnya menyayangi dia, melebihi siapa pun. Seiring waktu berlalu, cintanya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut kehilangan Salman. Ayahnya pun menjaga dia di rumah, seperti penjara.

Ayah Salman memiliki sebuah kebun yang luas, yang mempunyai jumlah hasil yang banyak. Suatu ketika ayahnya meminta dia mengerjakan beberapa tugas di tanahnya. Tugas dari ayahnya itulah yang menjadi awal pencarian kebenaran.

“Ayahku memiliki kawasan tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melalui gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang bersembahyang di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, kerana ayahku membataskan pergerakanku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melaluii orang-orang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan.”

“Ketika saya melihat mereka, saya menyukai sembahyang mereka dan menjadi tertarik terhadapnya (yakni agama). Saya berkata (kepada diriku), ‘Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami’”.

Salman mempunyai pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta. “Saya tidak meninggalkan mereka sehingga matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku.”

Dan ketika pulang, ayahnya bertanya. Salman pun menceritakan bertemu dengan orang-orang Nasrani dan mengaku tertarik.

Ayahnya terkejut dan berkata: “Anakku, tidak ada kebaikan dalam agama itu. Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik.”

“Tidak, agama itu lebih baik dari milik kita,” tegas Salman.

Ayah Salman pun bersedih dan takut Salman akan meninggalkan agamanya. Jadi dia mengunci Salman di rumah dan merantai kakinya.

Salman tidak putus asa dan mengirimkan satu pesanan kepada penganut Nasrani, meminta mereka memberi khabar jika ada kafilah pedagang yang pergi ke Syria. Setelah informasi diperoleh, Salman pun membuka rantai dan lari untuk bergabung dengan rombongan kafilah.

Ketika tiba di Syria, dia meminta diperkenalkan dengan seorang pendeta di gereja. Dia berkata: “Saya ingin menjadi seorang Nasrani dan memberikan diri saya untuk melayani, belajar dari anda, dan sembahyang dengan anda.”

Pendeta bersetuju dan Salman pun masuk ke dalam gereja. Namun tidak lama kemudian, Salman menemui bukti bahawa pendeta adalah seorang yang tidak amanah dan rasuah. Dia memerintahkan para jemaah untuk bersedekah, namun hasil sedekah itu ditimbunnya untuk memperkaya diri sendiri.

Ketika pendeta itu meninggal dunia dan umat Nasrani berkumpul untuk menguburkannya, Salman mengatakan bahawa pendeta itu perasuah dan menunjukkan bukti-bukti timbunan emas dan perak pada tujuh pasu yang dikumpulkan dari sedekah para jemaah.

Setelah pendeta itu wafat, Salman pun pergi untuk mencari orang soleh lainnya, di Mosul, Nisibis, dan tempat lainnya.

Pendeta yang terakhir berkata kepadanya bahawa telah datang seorang nabi di tanah Arab, yang memiliki kejujuran, yang tidak memakan sedekah untuk dirinya sendiri.

Salman pun pergi ke Arab mengikuti para pedagang dari Bani Kalb, dengan memberikan wang yang dimilikinya. Para pedagang itu setuju untuk membawa Salman.

Namun ketika mereka tiba di Wadi al-Qura (tempat antara Syria dan Madinah), para pedagang itu mengingkari janji dan menjadikan Salman seorang seorang hamba, lalu menjual dia kepada seorang Yahudi.

Ringkas cerita, akhirnya Salman dapat sampai ke Yatsrib (Madinah) dan bertemu dengan rombongan yang baru berhijrah dari Makkah. Salman dibebaskan dengan wang tebusan yang dikumpulkan oleh Rasulullah SAW dan seterusnya mendapat bimbingan terus dari beliau.

Betapa gembira hatinya, kenyataan yang diterimanya jauh melebihi apa yang dicita-citakannya, dari sekadar ingin bertemu dan berguru menjadi anugerah pengakuan sebagai muslimin di tengah-tengah kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang disatukan sebagai saudara.

Kisah kepahlawanan Salman yang terkenal adalah kerana ideanya membuat parit dalam usaha melindungi kota Madinah dalam Perang Khandaq.

Ketika itu Madinah akan diserang pasukan Quraisy yang mendapat dukungan dari suku-suku Arab lainnya yang berjumlah 10.000 orang. Pemimpin pasukan itu adalah Abu Sufyan. Ancaman juga datang dari dalam Madinah, di mana penganut Yahudi dari Bani Quradhzah akan mengacau dari dalam kota.

Rasulullah SAW pun meminta pandangan dari sahabat-sahabatnya bagaimana strategi menghadapi mereka. Setelah bermusyawarah akhirnya saranan Salman Al Farisi atau yang biasa dipanggil Abu Abdillah diterima.

Strategi Salman memang belum pernah diketahui oleh bangsa Arab pada waktu itu. Namun atas ketajaman pertimbangan Rasulullah SAW, saranan tersebut diterima.

Atas saranan Salman itulah perang dengan jumlah pasukan yang tak seimbang dimenangi kaum Muslimin.

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, Salman dikirim untuk menjadi gabenor di daerah kelahirannya, hingga dia wafat.

Sumber : tulahan.blogspot.com

No comments:

Post a Comment